Tahukah kawan, satu kepakan halus sayap kupu-kupu di senyap rimba Brasil dapat menyebabkan badai tornado di Texas beberapa waktu kemudian? Inilah inspirasi yang menghasilkan teori kepakan sayap kupu-kupu (butterfly effect theory). Menurut teori ini, satu hal kecil saja bisa mengakibatkan sebuah peristiwa dahsyat di alam semesta. Menurut saya, teori ini sangat menggambarkan dampak internet dalam kehidupan. Satu sentuhan halus berbunyi ‘klik’ di mouse kita dapat membawa perubahan begitu hebat. Tidak percaya? Mari bernostalgia tentang warna dunia kita sebelum internet merajalela.
Mulai dari hal paling seru untuk dibahas: cinta. Di masa pra-internet, sebut saja begitu, pilihan untuk menjalani LDR alias Long Distance Relationship sama artinya dengan putus hubungan. Ketidakmungkinan komunikasi karena jauhnya jarak memisahkan membuat mustahil mengawetkan hubungan percintaan. Lebih baik putus dan saling melupakan, daripada tersiksa dalam ketidakpastian. Tapi lihat setelah internet tiba. Pasangan LDR tidak perlu menggantung hubungan selama bertahun-tahun di negeri orang. Ada skype, surat elektronik (surel), facebook, youtube dan semua punggawa internet lainnya yang siap membuat hubungan asmara tetap membara!
Internet juga menyumbang jasa besar dalam dunia kesehatan. Sepuluh tahun lalu amat sulit mencari donor darah, apalagi donor organ. Tetapi sekarang, ada banyak komunitas yang membantu secara sukarela untuk mencari donor darah. Bahkan sejak Mark Zuckerberg menikah dengan Priscilla Chan, seorang dokter pecinta anak-anak, facebook membuat laman khusus untuk memfasilitasi calon pendonor organ bagi anak-anak yang membutuhkan. Tidak hanya itu, internet juga telah membantu pasangan dokter di Amerika memimpin operasi di daerah terpencil benua Afrika lewat surel dan skype!
Kisah lainnya tentang perjuangan para sarjana. Untuk membuat skripsi, mereka membutuhkan rujukan ilmiah yang mumpuni. Di zaman gelap gulita saat internet belum ada, satu-satunya sumber terpercaya adalah perpustakaan. Menjadi manusia goa perpustakaan adalah sebuah keniscayaan bagi mahasiswa tingkat akhir yang bersungguh-sungguh menyelesaikan skripsinya. Tapi lihat sekarang! Sambil duduk manis di kafe para mahasiswa bisa berselancar ke jurnal ilmiah para peneliti negara tetangga, bahkan ke profesor di Harvad atau Oxford!
Pengalaman berharga ini juga saya alami di tahun 2009. Waktu itu saya membutuhkan sebuah alat ukur perilaku yang tidak saya temukan di situs jurnal ilmiah manapun. Nara sumbernya seorang profesor psikologi dari Amerika yang, jika menilik dari tahun-tahun penelitiannya, mungkin usianya sudah lumayan sepuh. Saya pun galau. Ternyata menemukan informasi yang benar-benar tepat dari internet tak semudah menemukan udang dalam bakwan.
Pembimbing dan beberapa teman memberi saran agar saya menghubungi langsung empunya pembuat alat ukur. Saya semakin galau. Saya harus menghubungi seorang profesor yang tidak mengerti bahasa Indonesia, tidak mengenal saya, dan sudah sangat senior??? Butuh waktu lama untuk mempertimbangkannya. Tenggat waktu skripsi semakin dekat. Akhirnya karena keterdesakan yang sangat, saya beranikan diri untuk melakukannya.
Jantung berdebaran saat menekan klik pada tulisan ‘kirim’ di surat elektronik saya. Mengedit bahasanya agar tidak salah saja sudah membutuhkan usaha keras. Agak berlebihan mungkin, tapi saya pikir kesalahan kecil bisa mempermalukan almamater bahkan bangsa. Inilah surel saya pada sang profesor:
Dear Gail Wagnild,
I am Yunda Fitrian, a student in bachelor degree at Faculty of Psychology University of Indonesia. currently I am working on my thesis about resiliency in college student. I use your RS that I got from www.resiliencescale.com. for my qualitative analysis, I need to know your background theories about RS. I have been looking for it, but I haven’t find it. So, I really need your help. I hope you are willling to share the information.
last but not least, I am sorry if my English isn’t well that I make some mistakes or inpolite statement, I never mean it.
Thank you very much for your help, I am looking forward for your respond
last but not least, I am sorry if my English isn’t well that I make some mistakes or inpolite statement, I never mean it.
Thank you very much for your help, I am looking forward for your respond
sincerely,
Yunda Fitrian.
Yunda Fitrian.
Hiruk pikuk kesibukan lantas mengalihkan saya dari mengecek surel sampai keesokan harinya. Ketika esok hari tiba dan membereskan skripsi menjadi agenda utama, jantung saya kembali berdebaran mengingat surel yang kemarin saya kirim. Cepat saya bergegas ke kampus, maklum waktu itu modem belum ‘sekacang goreng’ sekarang. Jadi saya harus menumpang hotspot di kampus untuk akses internet. Alangkah terkejutnya saya ketika sebuah nama singgah di kotak masuk. Sebuah ‘klik’ segera mengubah kehidupan saya:
Dear Yunda Fitrian,
I am attaching an article for you on the psychometrics of the Resilience Scale. I hope that this will help you.
Please feel free to write if you have any further questions. You are very polite and your English is fine!
Sincerely,
Gail
Gail Wagnild, RN, PhD
Wah…terharu dan gembira campur menjadi satu. Tidak disangka begitu ramah seorang profesor asing membalas surat saya. Bahkan memberikan jurnal ilmiahnya secara gratis ! Rasanya saat itu ingin menjabat tangan Leonard Kleinrock, si Bapak penemu internet, untuk mengucapkan terima kasih. Memang benar apa kata orang, internet sebenarnya hampir sama dengan ‘kampungisasi’. Dunia yang begitu luas berjarak terasa serba dekat dan sempit seperti kampung sendiri. Profesor asing yang berjarak ribuan kilo menjawab permohonan saya hanya dalam waktu 20 menit, seperti ngerumpi di warung kopi!
Begitulah, sebuah klik telah banyak mencerahkan hidup umat manusia. Baru-baru ini saya belajar menggeluti bisnis kerajinan flanel. Ingin tahu lebih banyak tapi tak tahu harus kemana, saya klik ‘aneka ragam kreasi flanel’. Dalam hitungan detik semua informasi tersaji. Tidak perlu kursus mahal dan buku tebal, untuk pemula cukuplah internet menjadi gurunya.
Pengalaman membuat cemilan sehat untuk anak juga saya dapat dari internet. Lewat jejaring sosial, saya terhubung dengan sahabat lama. Ia kini ibu rumah tangga yang tinggal di negeri Kanguru bersama keluarga. Awalnya ia seorang gadis muda anti dapur. Saat berkeluarga dan diboyong keluar negeri, ia kelabakan harus memasak sendiri demi mendapatkan makanan halal, sesuai selera lidah Indonesia, dan sehat pula. Pengalaman mencoba aneka resep masakan yang ia bagi di internet membuat saya terinspirasi. Saya pun mulai rajin membuat cemilan sehat sendiri untuk anak tercinta. Saya semakin girang mendapati resep cemilan sehat amat mudah didapat dari internet.
Internet juga berjasa besar bagi kesejahteraan umat manusia. Banyak orang mengubah nasib lewat menekuni bisnis online. Saat sedang tidur atau menidurkan anak pun, bisnisnya berjalan keliling jagat maya. Tak jarang meraup untung jauh lebih heboh dari gaji kantoran.
Bukan hanya kesejahteraan materi, internet juga menyumbangkan kesejahteraan mental bagi penggunanya. Tak percaya? Perhatikan berapa banyak curhatan di media jejaring sosial. Internet seolah menjadi sahabat setia bagi mereka yang tak punya teman bertelinga nyata untuk mendengarkan kesedihan, atau sedikit keluhan. Kini orang bebas mengungkapkan rasa lewat jejaring sosial. Bahkan ada situs yang dibuat untuk berbagi rahasia secara anonim.
Setiap kali mendapatkan informasi berharga lewat browsing, saya sangat bersyukur. Alangkah bahagianya hidup bersama internet. Mau tahu tentang penyakit, tidak perlu langsung ke dokter, bisa konsultasi dulu di internet. Cari info tentang biaya sekolah anak, tips memilih sekolah, semua bisa didapatkan lewat satu klik. Saya juga terharu saat membutuhkan bahan mengajar di kelas, sangat banyak tulisan yang diposkan oleh para remaja tentang pelajaran di sekolahnya. Kalau seperti ini, anak muda Indonesia tidak akan lagi sibuk nongkrong di jalan-jalan. Mereka sudah sibuk dengan berbagi informasi berharga di dunia maya!
Meski pengalaman-pengalaman manis begitu sering saya dapatkan bersama internet, tetap saja banyak kasus akibat internet yang membuat hati miris dan pikiran was was. Mulai dari kasus perselingkuhan, pelecehan seksual, penculikan, pencemaran nama baik, penipuan, pornografi, plagiarisme, dan masih banyak lagi deretan jenis kejahatan di internet.
Kalau jaman dahulu untuk selingkuh harus curi-curi kesempatan, kini dengan internet sungguh mudah dapat kesempatan. Mau selingkuh dengan mantan, kawan lama, rekan sekerja, atau ABG asusila, semua tersedia. Internet siap menjadi perantara. Bergidik rasanya.
Tak sampai disitu, banyak pula pelecehan seksual di dunia maya. Deretan foto mesum hasil rekayasa orang-orang biadab mudah ditemukan. Belum lagi yang sengaja berpose porno karena mencari nafkah lewat celah birahi manusia. Semua terfasilitasi cepat dan mudah lewat internet. Mengerikan.
Beberapa waktu lalu juga gonjang ganjing tentang penculikan lewat jejaring sosial. Kenal di facebook, janji ketemu, lantas dibawa pergi. Ada pula kasus saling serang secara verbal via jejaring sosial yang akhirnya berbuntut panjang hingga ke pengadilan. Belum lagi penipuan dalam jual beli online, rasanya sudah sering terdengar.
Di dunia akademisi, internet membawa angin segar bagi plagiarisme. Keterampilan copy paste menjadi andalan mahasiswa pemalas. Bahkan menjangkiti oknum petinggi kampus yang seharusnya mencontohkan kejujuran akademik. Wow…
Tuhan memang menciptakan semua berpasang-pasangan. Semua hal dalam kehidupan mempunyai dua sisi; gelap dan terang. Jika internet mampu menghadirkan berjuta kebaikan, tak heran ia pun menjadi peluang godaan setan. Penggunaan internet secara cerdas, positif, dan produktif mutlak diperlukan. Berbagai cara bisa dilakukan untuk mewujudkannya.
Prioritas pertama adalah dengan penanaman nilai sejak dini dalam keluarga. Anak-anak balita pun kini sudah alert dengan internet. Jika tidak ada benteng dari keluarga, amat mudah setan setan di internet merasukinya. Anak-anak perlu diberi pemahaman bahwa internet adalah sahabat mereka, sepanjang penggunaannya bersama orang tua. Bahkan orang dewasa pun perlu diingatkan bahwa semua informasi di internet tidak sepenuhnya benar dan bisa dipercaya. Sekalipun itu informasi yang berguna.
Setelah keluarga, pemerintah lah yang paling berperan dalam melindungi warganya dari bahaya internet. Penutupan akses ke situs porno menjadi salah satu agenda penting. Perlindungan melalui undang undang pun menjadi payung hukum yang mengamankan warga dari kejahatan oknum pengguna internet.
Last but not least, masyarakat sudah sepatutnya bahu membahu untuk melindungi masa depan bangsa dari dampak buruk internet. Salah satunya dengan membentuk komunitas seperti Internet Cerdas Indonesia ini. Tidaklah mungkin mengharamkan internet bahkan memusnahkannya dari kehidupan kita. Terlalu banyak manfaat yang bisa dibawanya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya kita semua merapatkan barisan, menjadi filter agar pesan pesan setan tak hinggap di laman internet kita. Semoga!
***
(Yunda Fitrian, Pengajar dan Pembelajar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung dan membaca tulisan2 di blog ini.
Selanjutnya, silahkan tinggalkan jejak kamu diblog ini
dengan menuliskan komentar kamu di "kotak komentar" yang sudah tersedia.