Senin, 25 Maret 2013

"PERNAHKAH ANDA BAHAGIA ???".


Judul di atas mungkin terbaca aneh buat sebagian orang. Apa ada orang yang tidak pernah bahagia? Atau apakah ada orang yang terus-menerus bahagia? Atau adakah orang yang hidupnya terus menderita sehingga tema di atas dijawab dengan ‘tidak?’ Buat seorang calon anggota legislatif, baik daerah mau pun pusat, yang telah menghabiskan biaya 2 milyar namun tidak terpilih jelas ia tidak bahagia.

Demikian pula dengan calon gubernur yang konon paling sedikit menghabiskan 50-100 milyar namun tidak menang sudah pasti ia jauh dari bahagia. Demikian juga dengan seorang pedagang yang telah mengeluarkan modal ratusan juta bahkan milyaran rupiah membuka usaha ternyata hasilnya berbanding terbalik dengan usaha dan upayanya. Tentu hal itu adalah derita, bukan bahagia. Tapi pertanyaannya adalah: apakah mereka tidak pernah bahagia? 

3 Jenis Bahagia

Ada jutaan definisi soal bahagia ini. Setiap orang punya definisi sendiri. Karena kapasitas dan kapabilitas setiap orang juga berbeda. Buat sepasang suami-istri yang telah berpuluh tahun mendambakan seorang anak, kehadiran seorang putra, tentu menjadi sukacita yang mendalam. Namun tidak bagi keluarga yang telah memiliki putra selusin, misalnya. 

Keuntungan 500 ribu buat seorang pedagang sayur adalah sebuah berkah yang membuatnya semakin rajin bersyukur, beribadah dan berdoa. Namun tidak demikian yang terjadi pada pebisnis di pasar modern. Intinya, kebahagiaan itu memang macam-macam adanya. 

Menurut para ahli, paling sedikit terdapat 3 (tiga) jenis kebahagiaan. 
Pertama, kebahagiaan material. Orang yang memiliki harta dan kereta (motor, mobil, dll.) adalah termasuk golongan ini. 

Kedua, kebahagiaan psikologikal. Mendapatkan pujian, sanjungan dan penghargaan atas apa pun adalah sebuah kebahagiaan. Walau bentuknya bukan materi, hal ini ternyata mampu memberikan kelapangan dada kepada penerimanya. Ia bahagia dan biasanya jenis ini akan bertahan lebih lama.
Ketiga, kebahagiaan spiritual. Para rohaniwan agama berada di koridor ini. Lihat saja kehidupan rohaniwan - saya tidak menggunakan istilah pemuka agama, karena mereka belum tentu rohaniwan – yang tenang, adem dan teduh. 

Rohaniwan macam ini tidak tertarik oleh urusan duniawi yang sangat hedonistis. Memuja kesenangan sementara yang sesungguhnya tidak segaris dengan impian akhir kehidupan yang termaktub dalam kitab suci mana pun. Mereka hidup dalam kesederhanaan. Mereka hidup dalam keheningan dan karenanya, tidak mengherankan saat memberikan pandangan, kebeningan gagasan mencerahkan pendengarnya. Mereka bukan selebriti. Tidak disorot kamera tivi. Dan, apakah mereka bahagia? Justru kebahagiaan merekalah yang relatif lebih hakiki karena tidak tercemar oleh fluktuasi materi. Inilah kebahagiaan spiritual. Mendekati kebahagiaan sejati.

Bahagia Itu = Pandai Bersyukur

Melihat jenis bahagia yang ada, sesungguhnya setiap orang pernah bahagia. Jadi, kalimat ‘hidupku penuh dengan derita, tidak pernah bahagia’ adalah kalimat yang keliru. Setiap orang pasti pernah mendapatkan nilai tinggi saat sekolah, pekerjaan, pujian, gaji, ketenangan saat ibadah, dan seterusnya. Itu sudah masuk dalam kategori kebahagiaan yang dibahas di atas (material, psikologikal dan spiritual). 

Semua pencapian itu akan bermuara pada ruang bahagia bila setiap kita mau belajar bersyukur. Dalam syukur ada bahagia. Ada contohnya. Penduduk di kota Semarang diletakkan di posisi teratas dalam survei tahun 2007 sebagai orang paling bahagia di antara 6 (enam) kota lainnya yang disurvei (Medan, Surabaya, Makassar, Semarang, Bandung, Jakarta). Mengapa begitu? Karena orang Semarang ternyata pandai bersyukur! Filosofi Jawa ‘Untung’ dianggap identik dengan rasa syukur itu. Apa pun yang datang, penduduk di kota candi ini selalu bilang, ‘untung …..’ tidak ada yang pernah dianggap rugi dalam hidup ini. Itulah sebabnya mereka selalu bahagia. 

Karenanya, jangan pernah mengutuk diri sebagai tidak pernah bahagia. Jangan pula menyalahkan langit dan bumi atas kejadian apa pun yang menimpa. Karena sesungguhnya tidak ada sial yang diberikan tanpa sebab. Tidak ada ketidakberuntungan yang terjadi tanpa alasan yang jelas. 

Dengan mensyukuri apa pun yang datang, hidup ini pasti akan menjadi menyenangkan. Yang buruk dijadikan pelajaran. Yang baik dijadikan bukti kegigihan untuk ditingkatkan. Semua ada hikmahnya. Sudahkah Anda bersyukur hari ini? ***

Penulis adalah Komunikator No. 1 Indonesia, Pelatih & Penulis Buku, tinggal di Jakarta. 
Twitter: @PonijanLiaw, www.ponijanliaw.com



Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung dan membaca tulisan2 di blog ini.
Selanjutnya, silahkan tinggalkan jejak kamu diblog ini
dengan menuliskan komentar kamu di "kotak komentar" yang sudah tersedia.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

KOMENTAR LEWAT FACEBOOK